Laporan keuangan sering kali bersifat kompleks. Di sinilah materialitas memainkan peran penting dalam menentukan aspek-aspek yang harus menjadi fokus audit.
Materialitas juga membantu auditor mengidentifikasi kesalahan yang memiliki dampak besar jika terjadi kesalahan penyajian.
Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih lanjut mengenai apa itu materialitas dalam audit dan bagaimana penerapannya. Yuk, simak selengkapnya!
Apa itu Materialitas?
Materialitas adalah tolak ukur yang digunakan untuk menentukan bahwa dalam proses audit tidak terdapat salah saji material yang dapat secara signifikan memengaruhi keputusan pengguna laporan keuangan.
Jika ada suatu item yang hilang atau salah dilaporkan, dan perbaikannya dapat mengubah interpretasi atas laporan keuangan, maka item tersebut dianggap material.
Auditor akan menentukan apakah sebuah item merupakan materialitas secara profesional berdasarkan pandangan auditor terhadap kebutuhan informasi keuangan klien tersebut.
Prinsip Materialitas
Penerapan konsep ini memiliki beberapa prinsip yang harus dipenuhi, yaitu:
- Kesalahan pada laporan keuangan diklasifikasikan sebagai material jika keputusan pengguna laporan keuangan terpengaruhi karenanya.
- Materialitas dinilai berdasarkan kombinasi dari ukuran dan sifat kekeliruan serta situasi eksternal untuk menentukan tingkat signifikansinya.
- Materialitas dinilai dengan mempertimbangkan kebutuhan umum dari pengguna laporan keuangan.
Pentingnya Materialitas dalam Audit
Dalam audit, konsep materialitas berperan penting karena:
1. Merupakan Dasar Penentuan Opini Audit
International Standards on Auditing mengharuskan auditor untuk memastikan bahwa laporan keuangan bebas dari kesalahan material sebagai dasar dalam memberikan opini.
Apabila item yang salah bersifat tidak material, auditor akan memberikan opini wajar tanpa pengecualian.
Sebaliknya, jika kesalahan yang ditemukan bersifat material dan meluas, auditor dapat memberikan opini tidak wajar.
2. Membantu Penilaian Risiko dalam Audit
Konsep ini mampu untuk menganalisis seberapa jauh ketidakakuratan maupun kesalahan dalam laporan keuangan terjadi.
Jika auditor menilai bahwa kesalahan di bawah ambang batas materialitas, maka risiko kesalahan tersebut dianggap dapat diterima.
Sebaliknya, jika kesalahan melebihi ambang batas materialitas, auditor harus mengevaluasi dampaknya lebih lanjut.
3. Menciptakan Laporan Keuangan yang Relevan
Konsep materialitas berperan penting dalam memastikan bahwa laporan keuangan yang disusun akurat, andal, dan relevan bagi pemangku kepentingan yang mengandalkan informasi tersebut.
Dengan menerapkan materialitas, auditor dapat memastikan bahwa informasi yang disajikan dalam laporan keuangan memiliki dampak yang signifikan.
Jenis-jenis Materialitas
1. Overall Materiality
Overall materiality adalah batas nilai maksimum kesalahan atau salah saji dalam laporan keuangan yang masih bisa diterima tanpa memengaruhi keputusan pengguna laporan keuangan.
Batas ini ditetapkan dengan mempertimbangkan siapa pengguna utama laporan serta faktor kuantitatif dan kualitatif.
2. Overall Performance Materiality
Overall performance materiality memiliki nilai ambang batas yang lebih sedikit daripada overall materiality.
Jenis ambang batas ini digunakan untuk memberikan ruang atau buffer guna mengantisipasi kesalahan kecil yang mungkin tidak terdeteksi selama audit.
Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa meskipun ada kesalahan kecil yang tidak ditemukan, jumlah keseluruhannya tetap tidak akan melebihi batas overall materiality.
3. Specific Materiality
Specific materiality adalah batas materialitas yang diterapkan pada transaksi, akun, atau informasi tertentu yang dianggap sangat penting atau sensitif.
Contohnya adalah transaksi dengan pihak terkait, pengungkapan gaji manajemen, atau estimasi akuntansi yang signifikan.
Batas ini sering lebih rendah dari overall materiality karena fokusnya pada elemen-elemen spesifik yang bisa berdampak besar terhadap pengguna laporan keuangan apabila kesalahan penyajian terjadi.
Syarat Penetapan Sebuah Item Bersifat Material
1. Ukuran Nominal
Metode ini menggunakan ukuran nominal atau nilai absolut dari sebuah item sebagai dasar penentuan materialitas.
Ambang batas ini tergantung pada kebijakan perusahaan, sifat bisnis, dan kebutuhan pengguna laporan keuangan.
Contohnya, jika sebuah perusahaan menetapkan ambang batas sebesar Rp100 juta, maka kesalahan pencatatan senilai Rp150 juta akan dianggap material.
2. Persentase dari Laba Kotor atau Aset
Metode ini menentukan materialitas dengan membandingkan nilai item terhadap elemen penting dalam laporan keuangan, seperti laba kotor atau total aset.
Misalnya, sebuah perusahaan menetapkan ambang batas sebesar 3% dari laba kotor. Jika laba kotor adalah Rp10 miliar, maka kesalahan senilai Rp400 juta akan dianggap material karena melampaui 3%.
3. Pengaruh pada Pengambilan Keputusan
Dalam metode ini, fokus utama adalah pada dampak informasi terhadap keputusan para pengguna laporan keuangan.
Sebuah item dianggap material jika keberadaannya maupun ketiadaannya memengaruhi keputusan yang diambil stakeholder.
Misalnya, jika sebuah perusahaan gagal mencatat utang yang signifikan, informasi tersebut bisa memengaruhi keputusan investor terkait saham perusahaan tersebut sehingga bersifat material.
4. Faktor Risiko
Informasi yang berkaitan dengan area bisnis atau transaksi yang memiliki tingkat risiko tinggi cenderung dianggap material.
Kegagalan dalam mengungkapkan informasi tersebut dapat berdampak besar pada perusahaan.
Contohnya, perusahaan farmasi menghadapi menghadapi risiko hukum terkait paten obat, maka semua informasi keuangan yang terkait dengan risiko tersebut akan dianggap material.
5. Pertimbangan Kualitatif
Informasi yang memiliki dampak reputasi, etika, atau kepatuhan hukum dianggap material meskipun nilainya kecil karena memengaruhi persepsi pemangku kepentingan terkait.
Misalnya, sebuah kasus hukum kecil dengan nilai kerugian hanya Rp50 juta dapat dianggap material jika menyangkut tuduhan penipuan oleh seorang eksekutif perusahaan.
Tingkat Materialitas
Berdasarkan faktor-faktor penentuan tersebut, auditor akan melakukan audit berdasarkan 2 tingkat pertimbangan, yaitu:
- Tingkat Laporan Keuangan: Jumlah kesalahan terkecil yang dapat membuat laporan keuangan tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku. Artinya, jika ada salah saji melebihi tingkat ini, keputusan yang dibuat berdasarkan laporan keuangan tersebut bisa jadi tidak tepat.
- Tingkat Saldo: Jumlah kesalahan terkecil dalam saldo akun tertentu yang dianggap signifikan. Materialitas tingkat saldo mempertimbangkan material dalam saldo akun terlepas dari jumlah saldo itu sendiri.
Contoh Materialitas dalam Audit
Kesalahan pada transaksi sebesar Rp15.000, dampaknya akan kecil dan tidak memengaruhi keputusan. Sebaliknya, apabila nominalnya besar seperti Rp15.000.000 maka bisa berdampak besar & bersifat material.
Namun, besarnya nominal bukan satu-satunya faktor. Jika kesalahan Rp15.000.000 terjadi pada perusahaan dengan pendapatan tahunan Rp100 miliar, dampaknya kecil (hanya 0,015%). Tetapi jika terjadi pada perusahaan dengan pendapatan Rp100 juta, dampaknya besar (15%).
Selain itu, kesalahan yang melibatkan tindakan curang meskipun nilainya kecil karena melibatkan risiko hukum dan reputasi perusahaan.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa konsep materialitas adalah ambang batas terkait seberapa besar dampak suatu informasi laporan keuangan terhadap pengambilan keputusan pihak yang terkait.
Dengan memahami prinsip ini, auditor dapat memastikan bahwa laporan keuangan yang disajikan relevan, andal, dan mencerminkan informasi yang benar-benar signifikan bagi pemangku kepentingan.
Software Audit sebagai Solusi Materialitas
Software audit, seperti Audithink, mampu membantu dalam menangani materialitas secara efisien dan akurat.
Software audit mempermudah analisis data dalam jumlah besar untuk menemukan transaksi yang signifikan atau berisiko tinggi.
Dengan fitur terbaik, software dapat mengidentifikasi kesalahan atau pola transaksi yang mencurigakan.
Kontak kami sekarang!